Indonesia adalah negara dengan
beribu pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan demikian tidak
heran jika budayanya sangat beragam (multicultural).Kesatuan Bhineka Tunggal
Ika dan berbagai keberagaman yang menjadikannya indah. Kawan-kawan dari se Indonesia
tentunya cukup paham kalau disuruh menyebutkan pulau-pulau di Indonesia. Dari
sejak SD pun guru kita sudah mengajarinya. Dan Kalau ditanya tentang pulau Jawa
maka hampir semua orang tahu daripada kalau ditanya soal pulau Arafuru. Kita
jauh lebih bisa mendeskripsikan tentang pulau Jawa mungkin dari segi pariwisata
bahkan budaya, dikarenakan publikasinya jauh lebih banyak. Bahkan banyak sekali
anak dari luar pulau jawa yang berbondong-bondong pergi ke pulau jawa untuk
belajar atau bahkan mencari penghidupan yang lebih layak khususnya ke kota
Jakarta. Tidak heran jika pulau Ini semakin sempit bukan karena wilayahnya
dikeruk semisal pulau di Bangka Belitung tapi dikarenakan padatnya penduduk.
Banyak orang kalau ditanya tentang orang Jawa, mereka akan menyebutkan orang-orang yang tinggal di daerah Jawa Tengah dan DIY. Padahal jawa ini nama pulau yang banyak dihuni banyak
suku. Tidak usah ketawa ataupun heran karena penyebutan orang-orang sunda hanya
untuk mereka yang tinggal di daerah Jawa Barat walaupun mereka juga tinggal di
pulau Jawa. Dan ketika ditanya lagi
tentang bagaimana orang jawa , mereka orang yang bukan Jawa akan menjawab jika
orang jawa itu lemah lembut dalam tutur kata, bertindak dengan sangat hati-hati
penuh pemikiran serta sangat ramah kepada siapa aja. Cukup bangga jika ada yang
bicara demikian
Upacara Larung di Pantai Parangtritis, Jogja |
Kirap Pusaka Malam 1Sura di Keraton Sura |
.
Dari segi kebudayaan, Jawa memiliki budaya yang beragam dan
disetiap pelaksanannya selalu ada filosofinya atau maknanya. Jika anda sering
pergi ke daerah Jogja maupun Solo pada hari tertentu maka anda akan disuguhi
dengan berbagai upacara adat yang masih menjunjung tinggi adat, misalnya Sekatenan,
kirab Pusaka di Kraton Solo, Kirap apem sewu, Upacara labuhan pantai di jogja
,upacara yaqo wiyu dan lain sebagainya. Terlebih lagi jika anda berkunjung ke
daerah keraton Solo maupun Jogja maka anda akan merasakan budaya jawa yang
masih kental. Atau anda juga bisa menghadiri upacara pernikahan saudara anda
yang masih menggunakan budaya Jawa maka anda akan tahu semua prosesnya dan
semua auranya.
Keraton Jogjakarta |
Keraton Surakarta |
Banyak orang yang bingung
sebenarnya Jogja dan Solo itu masih satu budaya atau tidak kok ada perbedaan
dalam banyak hal padahal mereka satu budaya Jawa. Dan jawabannya tentu saja
mempunyai perbedaan dikarenakan juga latar budaya, filosofi, pemimpin dan lain
sebagainya. Tapi saya tegaskan jika diantara kedua budaya masih menjunjung
makna budaya yang baik dan wajib kita lestarikan sebagai warian budaya leluhur.
Jangan sampai budaya ini hilang ditelan zaman.
Budaya Jawa antara solo dan
jogja memang berbeda, tapi saya harap orang Jogja dan orang solo tidak usah
saling mengunggulkan siapa yang paling baik dan lebih istimewa di Indonesia
karena semua orang Indonesia adalah spesial dan kita harus menjunjung tinggi
budaya bukan saling menghina. Jangan pernah lupa apa kata Presiden pertama kita
Soekarno jika “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para
pahlawannya” selain itu juga tidak lupa akan budaya leluhurnya. Oleh karena itu
kita bersaudara bukan saling bertengkar. Dari perbedaan yang ada bukan
dijadikan kaum muda untuk tidak melestarikan budaya. Semua perbedaan antara
budaya solo dan jogja berasal dari sebuah sejarah berikut ini.
Pada tahun 1755 terjadi
peristiwa bersejarah
yaitu tepat ditandatanganinya perjanjian Gianti yang membagi
wilayah Kesultanan Mataram menjadi dua yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Karena
latar belakang politik yaitu perang saudara yang makin memanas antara Pangeran
Aryo Mangkubumi dan Sinuhun Paku Buwono II akhirnya Kompeni berusaha menengahi
sekaligus menjalankan taktik licik VERDEEL EN HEERS membagi dan menaklukkan
atau yang lebih beken
Devide et Impera .
Belanda
memanfaatkan konflik internal kerajaan Mataram agar kekuasaannya terpecah belah sehingga lebih mudah dikuasai.
Melalui
perjanjian ini Pangeran Mangkubumi berkuasa di Yogyakarta dan kemudian bergelar
Sultan Hamengkubuwono I. Sementara Sinuhun Paku Buwono III berkuasa di
Surakarta. Masyarakat di kedua wilayah ini lalu bertumbuh dengan adanya
‘caranya’ masing-masing. Mulai dari cara pandang, cara hidup, cara bicara, cara
berbusana sampai pada seni gamelan dan seni tarinya. Berbagai perbedaan itu dapat
kita lihat dari berbagai sisi antara lain :
1. Blangkon
Blankon Jogja |
Blankon Surakarta |
Perbedaannya ada pada mondolan
atau gelung belakang. Yogyakarta mondolannya menonjol dan agak besar. Sementara
Solo bentuknya
pipih / kempes / trepes . Masing-masing ada makna filosofis yang
menarik. Pada zaman dahulu banyak pria Jawa yang berambut panjang sehingga
banyak yang digelung ke belakang menyatu dengan ikat kepala sehingga pada
blangkon Jogja ada mondolan atau tonjolan di belakang tempat gelungan rambut.
Ada juga yang memaknai bahwa gelungan itu ibarat aib yang harus disembunyikan
baik aib sendiri maupun orang lain. Menyimpan rapat-rapat perasaannya sendiri
demi menjaga perasaan orang lain. Tetap tersenyum walau hatinya menangis atau
marah. inilah sebenarnya watak orang jawa secara umum, jarang ada yang
blak-blakan tanpa tedheng aling-aling selalu dijaga dan dijaga karena wataknya
halus.
Sedangkan di Solo, karena lebih dekat dengan
pemerintahan kolonial, orang-orang Solo sudah terlebih dahulu mengenal cukur.
Jadi Blangkon Solo hanya mengikatkan 2 pucuk ikatan menjadi satu. Dua ikatan
ini ibarat 2 kalimat syahadat yang harus diikat kuat, dipegang teguh di dalam
hidup. Tentang
blangkon sendiri ada 2 filosofi. Yang pertama diletakkan di kepala agar produk
yang dihasilkan kepala yaitu berupa ide, pemikiran, konsep haruslah tetap
selalu dalam koridor nilai-nilai agama Islam. Jadi tidak dibiarkan bebas begitu
saja akan tetapi diarahkan agar menjadi berkah untuk sesama. Menjadi rahmatan
lil alamiin (rahmat seluruh semesta). Filosofi yang kedua Blangkon ibarat
makrokosmos (Pemilik alam semesta ) sedangkan kepala adalah mikrokosmos yaitu
makhluk bernama manusia. Artinya dalam menjalankan amanahnya sebagai khalifah
fil ardhi (pemimpin di Bumi) harus selalu tunduk dan patuh kepada penciptanya
yaitu sang Khalik.
2.Surjan
dan Beskap (Baju adat jawa)
Beskap, Solo |
Surjan |
Pakaian Adat pria Jogja
sehari-hari disebut surjan. Ada 2 macam motif yaitu surjan lurik dan surjan
kembang. Kalau di Solo, pakaian pria namanya Beskap, bentuknya seperti jas
didesain sendiri oleh orang
Belanda yang berasal dari kata beschaafd yang berarti
civilized atau berkebudayaan.
Perbedaan beskap dan surjan yang paling menonjol yakni
terletak pada bentuk pemberian kancing, pada gaya Solo bentuk kancing berada di
samping akan tetapi pada gaya Jogja letak kancing berada lurus dari atas
kebawah.
3.Keris
Keris Solo |
Keris Jogjakarta |
Keris gaya Solo disebut ladrang
sedangkan Jogja
bernama Branggah. Ladrang mempunyai bilah (sarung keris)
yang lebih ramping dan sederhana tanpa banyak hiasan karena mengikuti gaya
senopatenan dan mataram sultan agungan. Sementara keris Solo pada bilahnya
lebih banyak ornamen dan bentuk/motif karena mengikuti cita rasa Madura dari
Mpu Brojoguno. Ukiran keris solo bertekstur lebih halus daripada jogja. Juga
ada perbedaan dari gagang keris, luk, dll. Masing-masing memiliki filosofi
sendiri-sendiri.
4.Wiru
Wiru Jogjakarta |
Wiru Solo |
Wiru Yogyakarta pada bagian garis putih pada
ujung jarik diperlihatkan dan kadang-kadang disertai “pengkolan-pengkolan” (lipatan). Sedangkan pada Wiru
Surakarta garis putih tersebut tidak diperlihatkan dengan cara ditekuk atau
dilipat ke dalam sehingga akan tertutupi oleh wiru itu sendiri.
5.
Corak Batik
Batik Jogjakarta |
Batik Solo |
Salah satu perbedaannya
terletak pada warnanya. model batik Jogja berwarna putih dengan corak hitam,
sedangkan baju batik Surakarta berwarna kuning dengan corak tanpa putih.
Penggunaan kain baju batik ini pun berbeda-beda. Batik keraton Yogyakarta dan Surakarta
berasal dari sumber yang sama,yakni pola batik Keraton Mataram. Tak heran bila
banyak pola keduanya yang sama,meski dalam perkembangannya ada juga bedanya.
Banyak kesamaan pola,meski namanya berbeda. Pola yang di Surakarta disebut
Parang sarpa, di Yogyakarta dikenal sebagai golang galing.
Selain itu, Perbedaan batik
Yogyakarta dan Surakarta yaitu terletak pada: jalur miring desain parang di Solo
jalannya dari kiri atas ke kanan bawah, sedangkan di Yogyakarta dari kanan atas
ke kiri bawah. Batik yang bermutu baik hampir tidak ada perbedaaan antara
bagian depan dan bagian belakang. Karena itu bisa dipakai bolak-balik.
Perbedaan hanya akan nyata kalau si pemakai mengenal tradisinya dan mengikuti cara memakainya.
6.Pager Bagus dan pager ayu
Di Solo pager bagusnya muda2
yang cantik yang ganteng. Di Solo lebih menekankan penampilan dan cenderung
glamour sementara pada resepsi Jogja yang menjadi pager bagus adalah pasangan yang
sudah berumur karena lebih menekankan kesederhanaan dan ilmu dari seseorang.
Menurut adat jogja manusia akan lebih terlihat cantik/tampan bila memiliki
ilmu.
7.Tata
Rias busana adat
Pengantin Jogjakarta |
Pengantin Solo |
Untuk tata rias busana
pengantin Solo Putri, pengantin pria menggunakan baju beskap langenharjan
dengan blangkon dan batik wiron bermotif Sidoasih prada. Mempelai wanita
menggunakan kebaya panjang klasik dari bahan bludru warna hitam berhias sulaman
benang keemasan bermotif bunga manggar dan bagian bawah berbalut kain motif
batik Sidoasih prada. Tata rias pengantin wanita Solo Putri laksana putri raja
dengan paes hitam pekat menghiasi dahi. Rias rambut dengan ukel besar laksana
bokor mengkureh (bokor tengkurep), berhias ronce melati tibo dodo, diperindah
perhiasan cundhuk sisir dan cundhuk mentul di bagian atas konde.
Sentuhan modifikasi pengantin
Solo Putri dapat dilihat dari gaya berbusana yang menggunakan kebaya panjang
lace. Mulanya hanya kebaya panjang lace warna putih, namun sekarang banyak
pengantin Solo Putri menggunakan kebaya lace aneka warna. Busana Sikepan Ageng
/ Busana Solo Basahan Keprabon adalah salah satu gaya busana basahan yang
diwarnai dari tradisi para bangsawan dan raja Jawa yang hingga kini tetap
banyak diminati. Mempelai pria mengenakan kain dodotan dilengkapi dengan baju
Takwa yakni semacam baju beskap yang dulu hanya boleh dipergunakan oleh Ingkang
Sinuhun saja. Untuk mempelai wanita memakai kain kampuh atau dodot dilengkapi
dengan bolero potongan pendek berlengan panjang dari bahan beludru sebagai
penutup pundak dan dada.
Sedangkan di Jogja yang paling terkenal tentunya
gaya Jogja Paes Ageng atau Kebesaran. Pengantin Jogja Paes Ageng menggunakan
dodot atau kampuh lengkap dengan perhiasan khusus. Paes hitam dengan sisi
keemasan pada dahi, rambut sanggul bokor dengan gajah ngolig yang menjuntai
indah, serta sumping dan aksesoris unik pada mempelai wanita. Pada pengantin
pria, memakai kuluk menghiasi kepala, ukel ngore (buntut rambut menjuntai)
dilengkapi sisir dan cundhuk mentul kecil.
Untuk Jogja Putri, tata riasnya
agak berbeda dengan Paes Ageng. Pengantin Jogja Putri menggunakan sanggul tekuk
berhias sebuah mentul besar menghadap belakang dan pelat gunungan bagi mempelai
wanita. Busana tradisionalnya menggunakan kebaya beludru panjang berhias sebuah
bordir keemasan dan kain batik prada. Namun dengan banyaknya sentuhan modern,
muncullah gaya Kesatrian Modifikasi yang terinspirasi dari tata rias Jogja
Putri. Yang membedakan adalah busana yang digunakan adalah kebaya bahan lace
berpadu kain prada, bersanggul gelung tekuk berhias cundhuk mentul (kembang
goyang) serta untaian melati menjuntai di dada . Mempelai pria berbusana beskap
putih dipadu bawahan kain batik prada serta blangkon penutup kepala.
Fakta diatas adalah beberapa
perbedaan yang sangat menonjol, tapi diluar itu semua kedua budaya mempunyai
filosofi yang agung. Dalam upacara pernikahan kita dapat mengerti beberapa filosofi
dari beberapa benda ddan aktivitas , berikut diantaranya :
1. Beberapa benda
dalam srah-srahan atau lamaran
a)
Cincin
emas
yang
dibuat bulat tidak ada putusnya, maknanya agar cinta mereka abadi tidak
terputus sepanjang hidup.
b)
Seperangkat busana putri
bermakna masing-masing pihak harus
pandai menyimpan rahasia terhadap orang lain.
c)
Perhiasan yang terbuat dari emas, intan
dan berlian
mengandung
makna agar calon pengantin putri selalu berusaha untuk tetap bersinar dan tidak
membuat kecewa.
d)
Makanan tradisional
terdiri
dari jadah, lapis, wajik, jenang; semuanya terbuat dari beras ketan. Beras
ketan sebelum dimasak hambur, tetapi setelah dimasak, menjadi lengket. Begitu
pula harapan yang tersirat, semoga cinta kedua calon pengantin selalu lengket
selama-lamanya.
e)
Buah-buahan
bermakna
penuh harap agar cinta mereka menghasilkan buah kasih yang bermanfaat bagi
keluarga dan masyarakat.
f)
Daun sirih
Daun
ini muka dan punggungnya berbeda rupa, tetapi kalau digigit sama rasanya. Hal
ini bermakna satu hati, berbulat tekad tanpa harus mengorbankan perbedaan.
2.Beberapa
filosofi dalam tuwuhan / Pasren
Tuwuhan dipasang di pintu masuk menuju tempat
duduk pengantin. Tuwuhan biasanya berupa tumbuh-tumbuhan yang masing-masing
mempunyai makna :
a.
Janur
Harapannya agar pengantin memperoleh nur
atau cahaya terang dari Yang Maha Kuasa.
b.
Daun kluwih
Semoga
hajatan tidak kekurangan sesuatu, jika mungkin malah dapat lebih (luwih ) dari
yang diperhitungkan.
c.
Daun beringin dan ranting-rantingnya
Yang mempunyai arti
harapan, cita-cita atau keinginan yang didambakan mudah-mudahan selalu
terlaksana.
d.
Daun dadap serep
Yang
memiliki arti dingin, sejuk, teduh, damai, tenang tidak ada gangguan apa
pun.
e.
Seuntai padi (pari sewuli)
Melambangkan
semakin berisi semakin merunduk. Diharapkan semakin berbobot dan berlebih
hidupnya, semakin ringan kaki dan tangannya, dan selalu siap membantu sesama yang
kekurangan.
f.
Cengkir gadhing
Air
kelapa muda (banyu degan ), adalah air suci bersih, dengan lambang ini
diharapkan cinta mereka tetap suci sampai akhir hayat.
g.
Setundhun gedang raja suluhan (setandan
pisang raja)
Semoga kelak mempunyai sifat seperti raja
hambeg para marta , mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
h.
Tebu wulung watangan (batang tebu
hitam)
Kemantapan
hati (anteping kalbu), jika sudah mantap menentukan pilihan sebagai suami atau
istri, tidak tengok kanan-kiri lagi.
i.
Kembang lan woh kapas (bunga dan buah
kapas)
Harapannya
agar kedua pengantin kelak tidak kekurangan sandang, pangan, dan papan. Selalu
pas, tetapi tidak pas-pasan.
j.
Kembang setaman dibokor (bunga setaman
yang ditanam di air dalam bokor)
Harapannya agar kehidupan kedua
pengantin selalu cerah ibarat bunga di taman.
3. Beberapa
filosofi dalam Upacara panggih temanten. (Dipertemukannya kedua mempelai ).
Adapun
tata urutan upacara panggih adalah sebagai berikut :
1.
Liron kembar mayang
Saling
tukar kembar mayang antar pengantin, bermakna menyatukan cipta, rasa dan karsa
untuk mersama-sama mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan.
2.
Gantal
Daun
sirih digulung kecil diikat benang putih yang saling dilempar oleh
masing-masing pengantin, dengan harapan semoga semua godaan akan hilang terkena
lemparan itu.
3.
Ngidak endhog
Pengantin
putra menginjak telur ayam sampai pecah sebagai simbol seksual kedua pengantin
sudah pecah pamornya.
4.
Pengantin putri mencuci kaki pengantin
putra
Mencuci
dengan air bunga setaman dengan makna semoga benih yang diturunkan bersih dari
segala perbuatan yang kotor.
5.
Minum air degan
Air ini dianggap sebagai lambang air
hidup, air suci, air mani (manikem).
6.
Di- kepyok dengan bunga warna-warni
Mengandung
harapan mudah-mudahan keluarga yang akan mereka bina dapat berkembang
segala-galanya dan bahagia lahir batin.
7.
Masuk ke pasangan
Bermakna pengantin yang telah menjadi
pasangan hidup siap berkarya melaksanakan kewajiban.
8.
Sindur
Sindur
atau isin mundur, artinya pantang menyerah atau pantang mundur. Maksudnya pengantin
siap menghadapi tantangan hidup dengan semangat berani karena benar.
Setelah
melalui tahap panggih, pengantin diantar duduk di sasana riengga , di sana
dilangsungkan tata upacara adat Jawa, yaitu :
·
Timbangan
Bapak
pengantin putri duduk diantara pasangan pengantin, kaki kanan diduduki
pengantin putra, kaki kiri diduduki pengantin putri. Dialog singkat antara
Bapak dan Ibu pengantin putri berisi pernyataan bahwa masing-masing pengantin
sudah seimbang.
·
Kacar-kucur
Pengantin
putra mengucurkan penghasilan kepada pengantin putri berupa uang receh beserta
kelengkapannya. Mengandung arti pengantin pria akan bertanggung jawab memberi
nafkah kepada keluarganya.
·
Dulangan
Antara
pengantin putra dan putri saling menyuapi. Hal ini mengandung kiasan laku
memadu kasih diantara keduanya (simbol seksual). Dalam upacara dulangan ada
makna tutur adilinuwih (seribu nasihat yang adiluhung) dilambangkan dengan
sembilan tumpeng yang bermakna :
–
tumpeng tunggarana : agar selalu ingat kepada yang memberi hidup.
–
tumpeng puput : berani mandiri.
–
tumpeng bedhah negara : bersatunya pria dan wanita.
–
tumpeng sangga langit : berbakti kepada orang tua.
–
tumpeng kidang soka : menjadi besar dari kecil.
–
tumpeng pangapit : suka duka adalah wewenang Tuhan Yang Maha Esa.
–
tumpeng manggada : segala yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi.
–
tumpeng pangruwat : berbaktilah kepada mertua.
–
tumpeng kesawa : nasihat agar rajin bekerja.
·
Sungkeman
Sungkeman adalah ungkapan bakti
kepada orang tua, serta mohon doa restu. Caranya, berjongkok dengan sikap
seperti orang menyembah, menyentuh lutut orang tua pengantin perempuan, mulai
dari pengantin putri diikuti pengantin putra, baru kemudian kepada bapak dan ibu
pengantin putra.
“Memayu
Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara”
Maksudnya Manusia hidup di dunia harus mengusahakan
keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara
murka, serakah dan tamak).
Orang Jawa juga punya wayang kulit dan seni gamelan yang sangat unik. Bayangkan saja
seorang dalang yang dapat bercerita alias ndalang semalam suntuk selain itu
juga menghadirkan cerita yang sangat epic . Diambil dari kisah hindu budha
bahkan mengadaptasi dari budaya islam yang diselipkan didalamnya. Begitu pula
dengan gamelan yang hanya terbuat dari logam,kayu dan kulit sapi kalau dimainkan dengan cara
tertentu bisa menghasilkan bunyi seperti kendang, gong, suling dsb.Dimana gamelan bagaikan sebuah roh
suatu pementasan pewayangan. Dimana sekarang orang luar negeri pun banyak yang
belajar nyinden bahkan dalang, apakah kita pewaris budaya asli tidak ingin
melestarikan bahkan mengenalkannya kepada dunia kalau kita punya kekayaan
budaya yang luar biasa. Mari kita menginspirasi orang banyak dengan budaya kita
yang luhur ini.
Dapat kita pahami jika budaya
bukan hanya dipandang sebagai simbol, kebiasaan , tingkah laku tapi juga
sebagai identitas suatu bangsa, mari kita bekerja sama melestarikan budaya
daerah serta objek wisata budaya di daerah agar anak cucu kita bisa mengenal
siapa nenek moyang kita. Saya yakin jika tempat angker digunakan orang
terdahulu sebagai pagar ataupun himbauan agar tidak mendekati suatu tempat
supaya tidak merusak suatu lingkungan.
Sebagai orang jawa maka
sepatutnya tindak tanduk kita masih mengikuti aturan jawa bukan malah
kebarat-baratan tapi fikiran dan passion kita adalah orang modern yang tetap
berbudaya. Tetap berperilaku yang sesuai dengan agama yang dianut dan tidak
meninggalkan budaya, karena budaya dapat sebagai kontrol dan siapa kita dimata
dunia. Tidak berperilaku yang berlebihan atau boros, tidak ikut dalam semua
arus globalisasi yang negative karena kita sadar kita orang jawa yang hidup
dengan kesederhanaan, ramah, tidak neko-neko atau macam-macam dalam
mencoba-coba sesuatu yang baru yang belum tentu ada manfaatnya bagi kita. Tetap
tebar keramahan, kebaikan dan senyuman, karena kita berbudaya yang luhur dan
berbudi pekerti yang baik dan unggul dengan fikiran yang modern bukan gaya
hidup saja yang modern. Bukan saatnya lagi untuk saling mengunggulkan
kebudayaan, tapi pada era dimana kita saling berpegangan tangan bersatu
melestarikan budaya dan meneunjukannya kepada dunia jika kita punya sesuatu.
“Ing ngarsa sung tuladha, ing madya lawan karsa, tut wuri
handayani”.
Didepan menjadi contoh, ditengah berbuat keseimbangan atau
pengajaran, dan dibelakang membuat dorongan atau mendorong.
“Yen Arep Weruh Trahing Ngaluhur, Titiken Alusing
Tingkah-Laku Budi Basane”.
Yang memiliki tradisi
berbudi luhur, akan terlihat dari kehalusan tingkah laku, budi pekerti dan
bahasanya.
Begitulah kira-kira budaya jawa Sahabat Gramedia,
semoga artikel ini bermanfaat dan dapat kita gunakan untuk lebih mengenal
budaya kita sendiri. Selamat
ulang tahun gramedia yang ke 46 tahun, semoga tetap menginspirasi negeri ini. Cintailah
dan lestarikanlah budaya Indonesia!.
#NowWeSee
#46thMenginspirasi #GBCFebruari
Mbak..maaf yaa..itu gambar pengantinnya salah..dua-duanya mengenakan busana pengantin gaya yogya,tdk ada yg solo. Yg atas busana pengantin paes ageng basahan jogja, yg bawah busana pengantin paes ageng jangan menir jogja. Paes pengantin gaya solo tidak mengenal sanggul bokor mengkurep
BalasHapusFoto pengantin yg kedua seoengetahuan saya adalah gaya jogkarta yaitu busana jangan menir atau dusebut juga kanigaran... Salah satu ciri Untuk penganten jogja paes diberi prodo...
BalasHapusPrediksi Togel Sgp Mbah Bonar 1 Oktober 2019 Ayo Pasang Angka Keberuntunganmu hari ini Gabung sekarang dan Dapatkan Potongan Setiap Hari !!!
BalasHapusDi mana² pesugihan itu dosa pak, gak perlu bohong segala. Ada gak perlu pake kalimat puji Syukur kepada Allah SWT karena anda pake pesugihan sama saja munafik pak
BalasHapus