Kamis, 11 Februari 2016

Budaya Jawa Jogja dan Solo : Berbeda tapi tetap kaya Filosofi





                Indonesia adalah negara dengan beribu pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan demikian tidak heran jika budayanya sangat beragam (multicultural).Kesatuan Bhineka Tunggal Ika dan berbagai keberagaman yang menjadikannya indah. Kawan-kawan dari se Indonesia tentunya cukup paham kalau disuruh menyebutkan pulau-pulau di Indonesia. Dari sejak SD pun guru kita sudah mengajarinya. Dan Kalau ditanya tentang pulau Jawa maka hampir semua orang tahu daripada kalau ditanya soal pulau Arafuru. Kita jauh lebih bisa mendeskripsikan tentang pulau Jawa mungkin dari segi pariwisata bahkan budaya, dikarenakan publikasinya jauh lebih banyak. Bahkan banyak sekali anak dari luar pulau jawa yang berbondong-bondong pergi ke pulau jawa untuk belajar atau bahkan mencari penghidupan yang lebih layak khususnya ke kota Jakarta. Tidak heran jika pulau Ini semakin sempit bukan karena wilayahnya dikeruk semisal pulau di Bangka Belitung tapi dikarenakan padatnya penduduk.
                Banyak orang kalau  ditanya tentang orang Jawa, mereka akan menyebutkan orang-orang yang tinggal di daerah Jawa Tengah dan DIY. Padahal jawa ini nama pulau yang banyak dihuni banyak suku. Tidak usah ketawa ataupun heran karena penyebutan orang-orang sunda hanya untuk mereka yang tinggal di daerah Jawa Barat walaupun mereka juga tinggal di pulau Jawa.  Dan ketika ditanya lagi tentang bagaimana orang jawa , mereka orang yang bukan Jawa akan menjawab jika orang jawa itu lemah lembut dalam tutur kata, bertindak dengan sangat hati-hati penuh pemikiran serta sangat ramah kepada siapa aja. Cukup bangga jika ada yang bicara demikian

Upacara Larung di Pantai Parangtritis, Jogja

Kirap Pusaka Malam 1Sura di Keraton Sura
.
Dari segi kebudayaan, Jawa memiliki budaya yang beragam dan disetiap pelaksanannya selalu ada filosofinya atau maknanya. Jika anda sering pergi ke daerah Jogja maupun Solo pada hari tertentu maka anda akan disuguhi dengan berbagai upacara adat yang masih menjunjung tinggi adat, misalnya Sekatenan, kirab Pusaka di Kraton Solo, Kirap apem sewu, Upacara labuhan pantai di jogja ,upacara yaqo wiyu dan lain sebagainya. Terlebih lagi jika anda berkunjung ke daerah keraton Solo maupun Jogja maka anda akan merasakan budaya jawa yang masih kental. Atau anda juga bisa menghadiri upacara pernikahan saudara anda yang masih menggunakan budaya Jawa maka anda akan tahu semua prosesnya dan semua auranya. 
Keraton Jogjakarta

Keraton Surakarta

                Banyak orang yang bingung sebenarnya Jogja dan Solo itu masih satu budaya atau tidak kok ada perbedaan dalam banyak hal padahal mereka satu budaya Jawa. Dan jawabannya tentu saja mempunyai perbedaan dikarenakan juga latar budaya, filosofi, pemimpin dan lain sebagainya. Tapi saya tegaskan jika diantara kedua budaya masih menjunjung makna budaya yang baik dan wajib kita lestarikan sebagai warian budaya leluhur. Jangan sampai budaya ini hilang ditelan zaman.
                Budaya Jawa antara solo dan jogja memang berbeda, tapi saya harap orang Jogja dan orang solo tidak usah saling mengunggulkan siapa yang paling baik dan lebih istimewa di Indonesia karena semua orang Indonesia adalah spesial dan kita harus menjunjung tinggi budaya bukan saling menghina. Jangan pernah lupa apa kata Presiden pertama kita Soekarno jika “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya” selain itu juga tidak lupa akan budaya leluhurnya. Oleh karena itu kita bersaudara bukan saling bertengkar. Dari perbedaan yang ada bukan dijadikan kaum muda untuk tidak melestarikan budaya. Semua perbedaan antara budaya solo dan jogja berasal dari sebuah sejarah berikut ini.
Pada tahun 1755 terjadi peristiwa bersejarah yaitu tepat ditandatanganinya perjanjian Gianti yang membagi wilayah Kesultanan Mataram menjadi dua yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Karena latar belakang politik yaitu perang saudara yang makin memanas antara Pangeran Aryo Mangkubumi dan Sinuhun Paku Buwono II akhirnya Kompeni berusaha menengahi sekaligus menjalankan taktik licik VERDEEL EN HEERS membagi dan menaklukkan atau yang lebih beken Devide et Impera .
                Belanda memanfaatkan konflik internal kerajaan Mataram agar kekuasaannya terpecah belah sehingga lebih mudah dikuasai. Melalui perjanjian ini Pangeran Mangkubumi berkuasa di Yogyakarta dan kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono I. Sementara Sinuhun Paku Buwono III berkuasa di Surakarta. Masyarakat di kedua wilayah ini lalu bertumbuh dengan adanya ‘caranya’ masing-masing. Mulai dari cara pandang, cara hidup, cara bicara, cara berbusana sampai pada seni gamelan dan seni tarinya. Berbagai perbedaan itu dapat kita lihat dari berbagai sisi antara lain :
1. Blangkon
Blankon Jogja

Blankon Surakarta

Perbedaannya ada pada mondolan atau gelung belakang. Yogyakarta mondolannya menonjol dan agak besar. Sementara Solo bentuknya pipih / kempes / trepes . Masing-masing ada makna filosofis yang menarik. Pada zaman dahulu banyak pria Jawa yang berambut panjang sehingga banyak yang digelung ke belakang menyatu dengan ikat kepala sehingga pada blangkon Jogja ada mondolan atau tonjolan di belakang tempat gelungan rambut. Ada juga yang memaknai bahwa gelungan itu ibarat aib yang harus disembunyikan baik aib sendiri maupun orang lain. Menyimpan rapat-rapat perasaannya sendiri demi menjaga perasaan orang lain. Tetap tersenyum walau hatinya menangis atau marah. inilah sebenarnya watak orang jawa secara umum, jarang ada yang blak-blakan tanpa tedheng aling-aling selalu dijaga dan dijaga karena wataknya halus.
 Sedangkan di Solo, karena lebih dekat dengan pemerintahan kolonial, orang-orang Solo sudah terlebih dahulu mengenal cukur. Jadi Blangkon Solo hanya mengikatkan 2 pucuk ikatan menjadi satu. Dua ikatan ini ibarat 2 kalimat syahadat yang harus diikat kuat, dipegang teguh di dalam hidup. Tentang blangkon sendiri ada 2 filosofi. Yang pertama diletakkan di kepala agar produk yang dihasilkan kepala yaitu berupa ide, pemikiran, konsep haruslah tetap selalu dalam koridor nilai-nilai agama Islam. Jadi tidak dibiarkan bebas begitu saja akan tetapi diarahkan agar menjadi berkah untuk sesama. Menjadi rahmatan lil alamiin (rahmat seluruh semesta). Filosofi yang kedua Blangkon ibarat makrokosmos (Pemilik alam semesta ) sedangkan kepala adalah mikrokosmos yaitu makhluk bernama manusia. Artinya dalam menjalankan amanahnya sebagai khalifah fil ardhi (pemimpin di Bumi) harus selalu tunduk dan patuh kepada penciptanya yaitu sang Khalik.

2.Surjan dan Beskap (Baju adat jawa)
Beskap, Solo

Surjan

                Pakaian Adat pria Jogja sehari-hari disebut surjan. Ada 2 macam motif yaitu surjan lurik dan surjan kembang. Kalau di Solo, pakaian pria namanya Beskap, bentuknya seperti jas didesain sendiri oleh orang Belanda yang berasal dari kata beschaafd yang berarti civilized atau berkebudayaan.
Perbedaan beskap dan surjan yang paling menonjol yakni terletak pada bentuk pemberian kancing, pada gaya Solo bentuk kancing berada di samping akan tetapi pada gaya Jogja letak kancing berada lurus dari atas kebawah.

3.Keris
Keris Solo

Keris Jogjakarta

                Keris gaya Solo disebut ladrang sedangkan Jogja bernama Branggah. Ladrang mempunyai bilah (sarung keris) yang lebih ramping dan sederhana tanpa banyak hiasan karena mengikuti gaya senopatenan dan mataram sultan agungan. Sementara keris Solo pada bilahnya lebih banyak ornamen dan bentuk/motif karena mengikuti cita rasa Madura dari Mpu Brojoguno. Ukiran keris solo bertekstur lebih halus daripada jogja. Juga ada perbedaan dari gagang keris, luk, dll. Masing-masing memiliki filosofi sendiri-sendiri.

4.Wiru
Wiru Jogjakarta

Wiru Solo

                 Wiru Yogyakarta pada bagian garis putih pada ujung jarik diperlihatkan dan kadang-kadang disertai “pengkolan-pengkolan” (lipatan). Sedangkan pada Wiru Surakarta garis putih tersebut tidak diperlihatkan dengan cara ditekuk atau dilipat ke dalam sehingga akan tertutupi oleh wiru itu sendiri.
5. Corak Batik
Batik Jogjakarta

Batik Solo

Salah satu perbedaannya terletak pada warnanya. model batik Jogja berwarna putih dengan corak hitam, sedangkan baju batik Surakarta berwarna kuning dengan corak tanpa putih. Penggunaan kain baju batik ini pun berbeda-beda. Batik keraton Yogyakarta dan Surakarta berasal dari sumber yang sama,yakni pola batik Keraton Mataram. Tak heran bila banyak pola keduanya yang sama,meski dalam perkembangannya ada juga bedanya. Banyak kesamaan pola,meski namanya berbeda. Pola yang di Surakarta disebut Parang sarpa, di Yogyakarta dikenal sebagai golang galing.
Selain itu, Perbedaan batik Yogyakarta dan Surakarta yaitu terletak pada: jalur miring desain parang di Solo jalannya dari kiri atas ke kanan bawah, sedangkan di Yogyakarta dari kanan atas ke kiri bawah. Batik yang bermutu baik hampir tidak ada perbedaaan antara bagian depan dan bagian belakang. Karena itu bisa dipakai bolak-balik. Perbedaan hanya akan nyata kalau si pemakai mengenal tradisinya dan mengikuti cara memakainya.

6.Pager  Bagus dan pager ayu
                Di Solo pager bagusnya muda2 yang cantik yang ganteng. Di Solo lebih menekankan penampilan dan cenderung glamour sementara pada resepsi Jogja yang menjadi pager bagus adalah pasangan yang sudah berumur karena lebih menekankan kesederhanaan dan ilmu dari seseorang. Menurut adat jogja manusia akan lebih terlihat cantik/tampan bila memiliki ilmu.

7.Tata Rias busana adat
Pengantin Jogjakarta

Pengantin Solo

Untuk tata rias busana pengantin Solo Putri, pengantin pria menggunakan baju beskap langenharjan dengan blangkon dan batik wiron bermotif Sidoasih prada. Mempelai wanita menggunakan kebaya panjang klasik dari bahan bludru warna hitam berhias sulaman benang keemasan bermotif bunga manggar dan bagian bawah berbalut kain motif batik Sidoasih prada. Tata rias pengantin wanita Solo Putri laksana putri raja dengan paes hitam pekat menghiasi dahi. Rias rambut dengan ukel besar laksana bokor mengkureh (bokor tengkurep), berhias ronce melati tibo dodo, diperindah perhiasan cundhuk sisir dan cundhuk mentul di bagian atas konde.
Sentuhan modifikasi pengantin Solo Putri dapat dilihat dari gaya berbusana yang menggunakan kebaya panjang lace. Mulanya hanya kebaya panjang lace warna putih, namun sekarang banyak pengantin Solo Putri menggunakan kebaya lace aneka warna. Busana Sikepan Ageng / Busana Solo Basahan Keprabon adalah salah satu gaya busana basahan yang diwarnai dari tradisi para bangsawan dan raja Jawa yang hingga kini tetap banyak diminati. Mempelai pria mengenakan kain dodotan dilengkapi dengan baju Takwa yakni semacam baju beskap yang dulu hanya boleh dipergunakan oleh Ingkang Sinuhun saja. Untuk mempelai wanita memakai kain kampuh atau dodot dilengkapi dengan bolero potongan pendek berlengan panjang dari bahan beludru sebagai penutup pundak dan dada.
Sedangkan di Jogja yang paling terkenal tentunya gaya Jogja Paes Ageng atau Kebesaran. Pengantin Jogja Paes Ageng menggunakan dodot atau kampuh lengkap dengan perhiasan khusus. Paes hitam dengan sisi keemasan pada dahi, rambut sanggul bokor dengan gajah ngolig yang menjuntai indah, serta sumping dan aksesoris unik pada mempelai wanita. Pada pengantin pria, memakai kuluk menghiasi kepala, ukel ngore (buntut rambut menjuntai) dilengkapi sisir dan cundhuk mentul kecil.
Untuk Jogja Putri, tata riasnya agak berbeda dengan Paes Ageng. Pengantin Jogja Putri menggunakan sanggul tekuk berhias sebuah mentul besar menghadap belakang dan pelat gunungan bagi mempelai wanita. Busana tradisionalnya menggunakan kebaya beludru panjang berhias sebuah bordir keemasan dan kain batik prada. Namun dengan banyaknya sentuhan modern, muncullah gaya Kesatrian Modifikasi yang terinspirasi dari tata rias Jogja Putri. Yang membedakan adalah busana yang digunakan adalah kebaya bahan lace berpadu kain prada, bersanggul gelung tekuk berhias cundhuk mentul (kembang goyang) serta untaian melati menjuntai di dada . Mempelai pria berbusana beskap putih dipadu bawahan kain batik prada serta blangkon penutup kepala.
                Fakta diatas adalah beberapa perbedaan yang sangat menonjol, tapi diluar itu semua kedua budaya mempunyai filosofi yang agung. Dalam upacara pernikahan kita dapat mengerti beberapa filosofi dari beberapa benda ddan aktivitas , berikut diantaranya :
1. Beberapa benda dalam srah-srahan atau lamaran
a)      Cincin emas
yang dibuat bulat tidak ada putusnya, maknanya agar cinta mereka abadi tidak terputus sepanjang hidup.
b)      Seperangkat busana putri
bermakna masing-masing pihak harus pandai menyimpan rahasia terhadap orang lain.
c)       Perhiasan yang terbuat dari emas, intan dan berlian
mengandung makna agar calon pengantin putri selalu berusaha untuk tetap bersinar dan tidak membuat kecewa.
d)      Makanan tradisional
terdiri dari jadah, lapis, wajik, jenang; semuanya terbuat dari beras ketan. Beras ketan sebelum dimasak hambur, tetapi setelah dimasak, menjadi lengket. Begitu pula harapan yang tersirat, semoga cinta kedua calon pengantin selalu lengket selama-lamanya.
e)      Buah-buahan
bermakna penuh harap agar cinta mereka menghasilkan buah kasih yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.
f)       Daun sirih
Daun ini muka dan punggungnya berbeda rupa, tetapi kalau digigit sama rasanya. Hal ini bermakna satu hati, berbulat tekad tanpa harus mengorbankan perbedaan.


2.Beberapa filosofi dalam tuwuhan / Pasren


Tuwuhan dipasang di pintu masuk menuju tempat duduk pengantin. Tuwuhan biasanya berupa tumbuh-tumbuhan yang masing-masing mempunyai makna :
a.       Janur
Harapannya agar pengantin memperoleh nur atau cahaya terang dari Yang Maha Kuasa.
b.      Daun kluwih
Semoga hajatan tidak kekurangan sesuatu, jika mungkin malah dapat lebih (luwih ) dari yang diperhitungkan.

c.       Daun beringin dan ranting-rantingnya
Yang mempunyai arti harapan, cita-cita atau keinginan yang didambakan mudah-mudahan selalu terlaksana.
d.      Daun dadap serep
Yang memiliki arti dingin, sejuk, teduh, damai, tenang tidak ada gangguan apa pun.
e.      Seuntai padi (pari sewuli)
Melambangkan semakin berisi semakin merunduk. Diharapkan semakin berbobot dan berlebih hidupnya, semakin ringan kaki dan tangannya, dan selalu siap membantu sesama yang kekurangan.
f.        Cengkir gadhing
Air kelapa muda (banyu degan ), adalah air suci bersih, dengan lambang ini diharapkan cinta mereka tetap suci sampai akhir hayat.
g.       Setundhun gedang raja suluhan (setandan pisang raja)
Semoga kelak mempunyai sifat seperti raja hambeg para marta , mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
h.      Tebu wulung watangan (batang tebu hitam)
Kemantapan hati (anteping kalbu), jika sudah mantap menentukan pilihan sebagai suami atau istri, tidak tengok kanan-kiri lagi.
i.         Kembang lan woh kapas (bunga dan buah kapas)
Harapannya agar kedua pengantin kelak tidak kekurangan sandang, pangan, dan papan. Selalu pas, tetapi tidak pas-pasan.
j.        Kembang setaman dibokor (bunga setaman yang ditanam di air dalam bokor)
Harapannya agar kehidupan kedua pengantin selalu cerah ibarat bunga di taman.

3. Beberapa filosofi dalam Upacara panggih temanten. (Dipertemukannya kedua mempelai ).
Adapun tata urutan upacara panggih adalah sebagai berikut :
1.       Liron kembar mayang

Saling tukar kembar mayang antar pengantin, bermakna menyatukan cipta, rasa dan karsa untuk mersama-sama mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan.
2.       Gantal
Daun sirih digulung kecil diikat benang putih yang saling dilempar oleh masing-masing pengantin, dengan harapan semoga semua godaan akan hilang terkena lemparan itu.
3.       Ngidak endhog
Pengantin putra menginjak telur ayam sampai pecah sebagai simbol seksual kedua pengantin sudah pecah pamornya.
4.       Pengantin putri mencuci kaki pengantin putra


Mencuci dengan air bunga setaman dengan makna semoga benih yang diturunkan bersih dari segala perbuatan yang kotor.
5.       Minum air degan
Air ini dianggap sebagai lambang air hidup, air suci, air mani (manikem).
6.       Di- kepyok dengan bunga warna-warni
Mengandung harapan mudah-mudahan keluarga yang akan mereka bina dapat berkembang segala-galanya dan bahagia lahir batin.
7.       Masuk ke pasangan
Bermakna pengantin yang telah menjadi pasangan hidup siap berkarya melaksanakan kewajiban.
8.       Sindur

Sindur atau isin mundur, artinya pantang menyerah atau pantang mundur. Maksudnya pengantin siap menghadapi tantangan hidup dengan semangat berani karena benar.

Setelah melalui tahap panggih, pengantin diantar duduk di sasana riengga , di sana dilangsungkan tata upacara adat Jawa, yaitu :
·         Timbangan

Bapak pengantin putri duduk diantara pasangan pengantin, kaki kanan diduduki pengantin putra, kaki kiri diduduki pengantin putri. Dialog singkat antara Bapak dan Ibu pengantin putri berisi pernyataan bahwa masing-masing pengantin sudah seimbang.
·         Kacar-kucur

Pengantin putra mengucurkan penghasilan kepada pengantin putri berupa uang receh beserta kelengkapannya. Mengandung arti pengantin pria akan bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarganya.
·         Dulangan

Antara pengantin putra dan putri saling menyuapi. Hal ini mengandung kiasan laku memadu kasih diantara keduanya (simbol seksual). Dalam upacara dulangan ada makna tutur adilinuwih (seribu nasihat yang adiluhung) dilambangkan dengan sembilan tumpeng yang bermakna :
– tumpeng tunggarana : agar selalu ingat kepada yang memberi hidup.
– tumpeng puput : berani mandiri.
– tumpeng bedhah negara : bersatunya pria dan wanita.
– tumpeng sangga langit : berbakti kepada orang tua.
– tumpeng kidang soka : menjadi besar dari kecil.
– tumpeng pangapit : suka duka adalah wewenang Tuhan Yang Maha Esa.
– tumpeng manggada : segala yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi.
– tumpeng pangruwat : berbaktilah kepada mertua.
– tumpeng kesawa : nasihat agar rajin bekerja.
·         Sungkeman

Sungkeman adalah ungkapan bakti kepada orang tua, serta mohon doa restu. Caranya, berjongkok dengan sikap seperti orang menyembah, menyentuh lutut orang tua pengantin perempuan, mulai dari pengantin putri diikuti pengantin putra, baru kemudian kepada bapak dan ibu pengantin putra.
Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara
Maksudnya Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).

                Orang Jawa juga punya wayang kulit dan seni gamelan yang sangat unik. Bayangkan saja seorang dalang yang dapat bercerita alias ndalang semalam suntuk selain itu juga menghadirkan cerita yang sangat epic . Diambil dari kisah hindu budha bahkan mengadaptasi dari budaya islam yang diselipkan didalamnya. Begitu pula dengan gamelan yang hanya terbuat dari logam,kayu  dan kulit sapi kalau dimainkan dengan cara tertentu bisa menghasilkan bunyi seperti kendang, gong,  suling dsb.Dimana gamelan bagaikan sebuah roh suatu pementasan pewayangan. Dimana sekarang orang luar negeri pun banyak yang belajar nyinden bahkan dalang, apakah kita pewaris budaya asli tidak ingin melestarikan bahkan mengenalkannya kepada dunia kalau kita punya kekayaan budaya yang luar biasa. Mari kita menginspirasi orang banyak dengan budaya kita yang luhur ini.
                Dapat kita pahami jika budaya bukan hanya dipandang sebagai simbol, kebiasaan , tingkah laku tapi juga sebagai identitas suatu bangsa, mari kita bekerja sama melestarikan budaya daerah serta objek wisata budaya di daerah agar anak cucu kita bisa mengenal siapa nenek moyang kita. Saya yakin jika tempat angker digunakan orang terdahulu sebagai pagar ataupun himbauan agar tidak mendekati suatu tempat supaya tidak merusak suatu lingkungan.
                Sebagai orang jawa maka sepatutnya tindak tanduk kita masih mengikuti aturan jawa bukan malah kebarat-baratan tapi fikiran dan passion kita adalah orang modern yang tetap berbudaya. Tetap berperilaku yang sesuai dengan agama yang dianut dan tidak meninggalkan budaya, karena budaya dapat sebagai kontrol dan siapa kita dimata dunia. Tidak berperilaku yang berlebihan atau boros, tidak ikut dalam semua arus globalisasi yang negative karena kita sadar kita orang jawa yang hidup dengan kesederhanaan, ramah, tidak neko-neko atau macam-macam dalam mencoba-coba sesuatu yang baru yang belum tentu ada manfaatnya bagi kita. Tetap tebar keramahan, kebaikan dan senyuman, karena kita berbudaya yang luhur dan berbudi pekerti yang baik dan unggul dengan fikiran yang modern bukan gaya hidup saja yang modern. Bukan saatnya lagi untuk saling mengunggulkan kebudayaan, tapi pada era dimana kita saling berpegangan tangan bersatu melestarikan budaya dan meneunjukannya kepada dunia jika kita punya sesuatu.
“Ing ngarsa sung tuladha, ing madya lawan karsa, tut wuri handayani”.
Didepan menjadi contoh, ditengah berbuat keseimbangan atau pengajaran, dan dibelakang membuat dorongan atau mendorong.
“Yen Arep Weruh Trahing Ngaluhur, Titiken Alusing Tingkah-Laku Budi Basane”.
 Yang memiliki tradisi berbudi luhur, akan terlihat dari kehalusan tingkah laku, budi pekerti dan bahasanya.
Begitulah kira-kira budaya jawa Sahabat Gramedia, semoga artikel ini bermanfaat dan dapat kita gunakan untuk lebih mengenal budaya kita sendiri. Selamat ulang tahun gramedia yang ke 46 tahun, semoga tetap menginspirasi negeri ini. Cintailah dan lestarikanlah budaya Indonesia!.


#NowWeSee #46thMenginspirasi #GBCFebruari

               

4 komentar:

  1. Mbak..maaf yaa..itu gambar pengantinnya salah..dua-duanya mengenakan busana pengantin gaya yogya,tdk ada yg solo. Yg atas busana pengantin paes ageng basahan jogja, yg bawah busana pengantin paes ageng jangan menir jogja. Paes pengantin gaya solo tidak mengenal sanggul bokor mengkurep

    BalasHapus
  2. Foto pengantin yg kedua seoengetahuan saya adalah gaya jogkarta yaitu busana jangan menir atau dusebut juga kanigaran... Salah satu ciri Untuk penganten jogja paes diberi prodo...

    BalasHapus
  3. Prediksi Togel Sgp Mbah Bonar 1 Oktober 2019 Ayo Pasang Angka Keberuntunganmu hari ini Gabung sekarang dan Dapatkan Potongan Setiap Hari !!!

    BalasHapus
  4. Di mana² pesugihan itu dosa pak, gak perlu bohong segala. Ada gak perlu pake kalimat puji Syukur kepada Allah SWT karena anda pake pesugihan sama saja munafik pak

    BalasHapus